Ngawi, KitaToday.com – Beberapa Wali Murid mengaku keberatan dengan permintaan iuran sekolah lewat komite, karena nominal uang yang diminta sangat memberatkan. Besaran iuran untuk tiap siswa di Sekolah tersebut dengan total Rp 400 ribu di antaranya untuk kegiatan karnaval Rp 125 ribu, sertifikat tes siswa Rp 50 ribu dan pengembangan siswa Rp 225 ribu.
Salah satu orang tua siswa kelas 7 dengan inisial A mengaku beberapa orang tua siswa diundang oleh Komite sekolah untuk hadir dalam rapat Komite dan koordinasi program madrasah , namun dalam rapat tersebut setiap wali murid di wajibkan membayar iuran sebesar Rp400 ribu.
“Dalam rapat yang bertempat di Sekolah tersebut semua wali murid kelas 7 diwajibkan membayar iuran dengan nominal yang sama, jujur kami sangat keberatan apalagi dengan nominal sebesar itu,” kata Wali murid tersebut.
Saat di konfirmasi , Samiran selaku kepala sekolah MTsN 3 membenarkan adanya iuran untuk kegiatan karnaval melalui komite sekolah.
“Betul mbak memang ada iuran dari wali murid, dari 850 siswa untuk saat ini masih kurang 58 siswa yang belum membayar iuran terkait untuk kegiatan carnaval Ngawi Spekta Carnival ( NSC )
“Hal ini kan tidak sejalan dengan program pemerintah pusat dan pemerintah Provinsi dimana dengan tegas Gubenur mengatakan anak-anak di Jatim harus mendapatkan hak pendidikan wajib belajar 9 tahun, semoga dengan bantuan bapak – bapak wartawan dugaan pungutan liar seperti ini terdengar oleh pemerintah pusat,” pungkas wali murid.
Sejatinya, program wajib belajar 9 tahun (SD/MI dan SMP/MTS ) oleh pemerintah berdasarkan amanat UUD 1945 diperkuat dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Pasal 34 dan PP) Nomor 47 Tahun 2008 tentang wajib belajar 9 tahun, pemerintah menyatakan pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/MTS) dilaksanakan tanpa pungutan biaya.
Pemerintah mempunyai kebijakan untuk membebaskan biaya pendidikan yang bertujuan untuk mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun yang bermutu agar semua anak usia wajib belajar dapat memperoleh akses belajar. Akses pendidikan tidak boleh memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan semua latar belakang lainnya.